KEBIJAKAN DAN STRATEGI KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
Setiap negara di dunia memiliki
keunikan tersendiri dalam membina dan memelihara kerukunan umat beragama, tak
terkecuali Indonesia. Keunikan tersebut terjadi karena bermacam-macam faktor
seperti sejarah, politik, sosial, budaya/etnis, geografi, demografi,
pendidikan, ekonomi, serta faktor keragaman agama itu sendiri.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman
pra-sejarah sudah berkembang berbagai agama dan kepercayaan, baik agama asli
seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor yang dibawa oleh pendatang
dari Barat maupun Timur. Agama-agama ini dibawa melalui jalur perdagangan,
politik imperialisme, dan misi agama (gold, glory, and gospel). Semenjak
itulah agama-agama yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh
semakin bertambahnya jumlah para pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam
agama resmi yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, dan Konghuchu, ditambah dengan bermacam-macam aliran/sekte lainnya.
Meskipun demikian situasi kerukunan umat beragama di Indonesia relatif
terpelihara dengan baik.
Untuk melihat bagaimana kondisi
kerukunan umat beragama di Indonesia, mari kita tinjau dulu sekilas keadaan
Indonesia.
MENGENAL SEKILAS INDONESIA
Indonesia atau nama resminya Republik Indonesia yang merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945 adalah salah satu negara di dunia yang wilayahnya dilintasi
khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis yang hanya mengenal dua musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Keadaan ini berpengaruh terhadap
keragaman flora dan fauna, serta kekayaan alam. Keanekaragaman hayatinya
adalah yang terbesar kedua di dunia. Wilayahnya terletak di antara dua benua
yaitu Asia dan Australia, dan dua Samudera yaitu Pasifik dan Hindia pada 6º
LU dan 11º LS, serta 95º BT dan 141º BT.
Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dengan 17.508 pulau, terbentang jauh memanjang dari Sabang
sampai Merauke tak kurang dari 5000 km, sehingga pembagian waktunya dibagi
atas tiga wilayah waktu yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Waktu
Indonesia bagian Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia bagian Timur (WIT).
Sumber daya alam atau kekayaan
alam tersebar di daratan maupun perairan seperti laut, sungai dan danau.
Populasinya lebih dari 237 juta jiwa (menurut sensus tahun 2010) dengan
kepadatan penduduk sebesar 124/km persegi. Terdiri dari tak kurang 1.128 suku
bangsa dengan aneka tradisi, adat, budaya dan bahasa yang masih terpelihara
hingga kini. Berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara
Islam. Dengan kondisi seperti di atas, menjadikan Indonesia sebagai negara
yang memiliki spesifikasi dan keunikan-keunikan tersendiri.
Secara umum, spesifikasi atau
keunikan-keunikan itu antara lain:
a. Indonesia luas wilayahnya menempati urutan ketujuh di dunia.
b. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
c. Wilayah Indonesia sedemikian strategis, terletak di antara dua benua dan
dua samudra yang terdiri dari belasan ribu pulau yang bertebaran di sekitar
garis khatulistiwa dan alamnya relatif subur dan indah.
d. Jumlah penduduknya menempati urutan keempat di dunia dan mayoritas
beragama Islam.
Khusus mengenai kondisi penduduk Indonesia maka keunikan-keunikannya antara
lain, adalah:
a. Penduduk Indonesia sedemikian majemuk, baik mengenai banyaknya suku
bangsa, budaya, bahasa daerah, agama/kepercayaan yang dianut dan sebagainya.
b. Pada dasarnya bangsa Indonesia cinta damai demi persatuan dan kesatuan
bangsa dengan tidak memasalahkan perbedaan-perbedaan tersebut di atas.
INDONESIA YANG PLURAL DAN
MULTIKULTURAL
Menurut para ahli, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk (plural
society) dan masyarakat multikultural (multikultural society). Pluralisme
masyarakat adalah salah satu ciri utama dari masyarakat multikultural yaitu
suatu konsep yang menunjuk kepada suatu masyarakat yang mengedepankan
pluralisme budaya. Budaya adalah istilah yang menunjuk kepada semua aspek
simbolik dan yang dapat dipelajari tentang masyarakat manusia, termasuk
kepercayaan, seni, moralitas, hukum dan adat istiadat. Dalam masyarakat
multikultural konsepnya ialah bahwa di atas pluralisme masyarakat itu
hendaknya dibangun suatu rasa kebangsaan bersama tetapi dengan tetap
menghargai, mengedepankan, dan membanggakan pluralisme masyarakat itu.
Dengan demikian ada tiga syarat
bagi adanya suatu masyarakat multikultural, yaitu:
a. Adanya pluralisme masyarakat.
b. Adanya cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama.
c. Adanya kebanggaan terhadap pluralisme itu. (Lubis, 2005).
Indonesia sendiri bahkan sejak
permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena itu ungkapan
"Bhineka Tunggal Ika" (berbeda-beda tetapi tetap satu) yang
disepakati sebagai simbol pemersatu negara Nusantara ketika berada di bawah
kekuasaan Majapahit, merupakan sebuah simbol pengakuan akan kemajemukan
Indonesia dan menjadi sangat tepat untuk menggambarkan realitas
ke-Indonesiaan. Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan yang kuat,
baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin maupun di kalangan rakyat,
untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu.
Sekalipun terdapat unsur-unsur
yang berbeda, namun kemauan untuk mempersatukan bangsa sesungguhnya mengatasi
keanekaragaman itu tanpa menghapuskannya atau mengingkarinya. Keinginan
bersama untuk tetap menghargai perbedaan dan memahaminya sebagai realitas kehidupan,
sesungguhnya dapat menjadi potensi kesadaran etik pluralisme dan
multikulturalisme di Indonesia. Pada dasarnya pula, hal tersebut dapat
membentuk kebudayaan Indonesia masa depan yang bertumpu pada kesadaran akan
kemajemukan yang membangun bangsa Indonesia. (Zubair, t.t).
Memang tidak bisa dipungkiri
dengan adanya kemajemukan dalam berbagai hal tersebut merupakan masalah yang
rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar kelompok termasuk
masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi dalam satu
waktu saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat
menciptakan keragaman suku dan etnis, yang membawa pula kepada bentuk-bentuk
keragaman lainnya. Keadaan ini benar-benar disadari oleh generasi terdahulu,
perintis bangsa cikal-bakal negara Indonesia dengan mencanangkan filosofi
keragaman dalam persatuan atau yang dikenal dengan nama Bhinneka Tunggal Ika
itu.
TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep
Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tri
Kerukunan Umat Beragama tersebut ialah kerukunan intern umat beragama,
kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah.
Tujuan utama dicanangkannya Tri
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar masyarakat Indonesia bisa
hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan
dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan
hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang
diyakininya. Pada gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih
memantapkan stabilitas nasional dan memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pertama: Kerukunan Intern Umat
Beragama
Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh
suatu agama itu sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang
nampak nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu
aqidah, misalnya Islam-perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian,
pendekatan terhadap Al-Quran dan AsSunnah terbukti mampu mendisharmoniskan
intern umat beragama.
Konsep ukhuwwah islamiyah
merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam
yang meyebabkan peristiwa konflik. Konsep ini mengupayakan berbagai cara agar
tidak saling mengklaim kebenaran. Justru menghindarkan permusuhan karena
perbedaan mazhab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama
yang tenteram, rukun, harmonis, dan penuh kebersamaan.
Sebab pendiri mazhab sendiri tidak
pernah mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Justru para pengikut
mazhablah yang selalu bersikap fanatisme buta meskipun kadangkala tanpa dasar
berpijak yang kokoh. Sikap-sikap seperti inilah yang harus benar-benar
disadari oleh masing-masing individu di antara umat untuk dirubah secara
perlahan dengan cara memperbanyak mendengar, melihat, belajar, mengamati, dan
berdiskusi dengan kelompok (mazhab lain).
Sebab pada hakikatnya semua umat
Islam tanpa terkecuali hanya berpegang kepada dua landasan pokok saja yaitu
Al-Qur`an dan As-Sunnah. Di masa dahulu, kini, bahkan masa yang akan datang
kedua landasan pokok itu tidak akan pernah berubah kedudukannya dalam Islam.
Hadits Rasulullah saw menegaskan bahwa seseorang atau kelompok tidak akan
sesat selamanya selagi mereka tetap berpegang kepada dua warisan beliau yaitu
Kitabullah (al-Qur`an) dan Sunnah.
Lebih dari itu, dalam Islam
seorang muslim memiliki kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat sebagai
salah satu hak asasi. Seorang muslim yang lain tak perlu berkecil hati
menghadapi perbedaan pendapat umat tentang masalah-masalah agama yang disebut
ikhtilaf, baik dalam bidang hukum fiqih maupun maslaah yang menyinggung
bidang aqidah. Perbedaan paham di kalangan umat tidak boleh ditutup dengan
alasan ketenangan, kerukunan dan sebagainya.
Risalah Nabi Muhammad SAW menghendaki
perkembangan, penelitian ilmiah, pemahaman yang mendalam untuk menambah
keimanan dan selanjutnya diamalkan. Maka dibukalah pintu ijtihad untuk masalah-masalah
tertentu dalam memenuhi perkembangan zaman yang terus beredar. Hasil taffaquh
fiddien dan ijtihad tidak mustahil menghasilkan pendapat yang berbeda-beda
(ikhtilaf). Agama Islam tidak melarang terjadinya ikhtilaf, yang terlarang
justru perbuatan jumud (beku) dan tafarruq atau berpecah belah, yang
kedua-duanya tak perlu dipilih. Ikhtilaf (perbedaan paham) tidak semata-mata
menimbulkan tafarruq (perpecahan).
Di zaman para sahabat nabi, juga
pernah terjadi ikhtilaf, misalnya perbedaan faham dalam masalah-masalah
fiqih, tetapi mereka tidak berpecah belah, karena berpegang kepada petunjuk
risalah itu sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya". (Q.S. An Nisa: 59).
Demikian pula dicontohkan oleh
para imam mahzab, yakni Imam Syafi`i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad bin Hambal. Mereka para imam mahzab tidak seorang pun yang mengemukakan
pendapatnyalah yang paling benar, bahkan mereka senantiasa menutup tiap
fatwanya dengan ungkapan "Wallahu alamu", seperti ungkapan
"inilah pendapatku tentang hasil ijtihadku, dengan sekuat daya ilmuku.
Namun demikian, Allah jualah yang lebih mengetahui tentang kebenaran".
Begitu indah contoh tauladan dari
imam mujtahid kepada masyarakat dalam memeras otak mencari kebenaran,
sehingga perbedaan pendapat umat tidak perlu menimbulkan perpecahan, justru
memperkaya khazanah perbendaharaan pengetahuan umat akan nilai-nilai yang
terkandung didalam ajaran Islam, begitu pula hendaknya setiap pemeluk agama
dapat menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi. Karena dari situlah tampak
kemuliaan umat Islam di muka bumi, yaitu memilki sikap Tasamuh, tenggang rasa
dan tepa selira yang adi luhung. Dan tempat kembalinya hanya kepada Allah
saja. Firman Allah SWT.
Artinya : "Katakanlah: Tuhan
kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita
dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi Maha
Mengetahui".(Q. S. Saba`: 26).
Kerukunan Antar Umat Beragama
Konsep kedua ini mengandung makna kehidupana beragama yang tentram, harmonis,
rukun dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada
sikap saling curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing.
Berbagai kebijakan dilakukan oleh
pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat beragama lainnya.
Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama.
Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun,
damai, tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam bingkai negara kesatauan Republik Indonesia yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Karena itu ada empat pilar pokok
yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai
nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut
merupakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa
Indonesia. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan
senantiasa terpelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut dipegang
teguh secara konsekwen oleh masing-masing warga negara.
Di muka telah dijelaskan mengenai
bagaimana seharusnya kita bergaul dengan sesama saudara seagama, dan
bagaimana pula sikap kita terhadap umat agama yang berbeda. Perlu disadari
bahwa hidup dan kehidupan dunia senantiasa bersifat majemuk, tidak mungkin
setiap orang akan memilki pandangan yang sama terhadap suatu masalah termasuk
dalam hal beragama.
Agama Islam mengakui bahwa
keimanan seseorang terkait dengan hidayah (petunjuk) dari Allah SWT, bukan
hasil rekayasa manusia. Kita hanya bertugas untuk berdakwah menyampaikan
kebenaran ajaran Allah yang mampu dilakukan, dengan menggunakan "Qaulan
Baligha" atau hingga menjangkau lubuk hati secara bijaksana, mengenai
hasilnya kita serahkan kepada Allah SWT.
Kemudian kepada saudara yang tidak
seiman tetap ada kewajiban yang mesti ditunaikan dan dijaga, yaitu
kehormatannya, harta bendanya serta hak-hak privasinya sepanjang mereka tidak
mengganggu aqidah dan pelaksanaan ibadah kita. Mereka berhak untuk
bekerjasama menciptakan linkungan yang sehat, bersih, indah dan aman bagi
setiap anggota masyarakat di lingkungannya. Negara kita berpenduduk jutaan
jiwa dengan memeluk berbagai agama, sebagaimana terjadi hampir di setiap
negara, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Budha, Hindu,
dan lain-lainnya.
Kepada pemeluk suatu agama
dipersilahkan masing-masing untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan
kepercayaannya itu secara khidmat dan khusyuk. Dan bagi pemeluk agama yang
lain tidak mengganggunya atau mencampurinya. Juga jangan memaksakan
keyakinannya kepada orang lain. Dalam pergaulan hidup antar umat beragama
ini, Allah telah memberikan tuntunan kepada umat Islam dengan firmanNya dalam
Q. S. Al-Kafirun: 1-6.
Artinya : "1. Katakanlah: Hai
orang-orang kafir, 2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku". (QS Al Kafirun : 1-6).
Surat Al Kafirun di atas menjadi
pedoman pokok bagi umat Islam dalam rangka membina toleransi antar umat beragama,
sejak zaman nabi Muhammad SAW, hingga akhir zaman. Adapun sebab-sebab
turunnya surat ini adalah lantaran pemuka Quraisy di antaranya Walid bin
Mughirah, Ash bin Waa`il, Aswad bin Abdul Muthalib, dan Umayah bin Khalaf
datang menemui Rasullah SAW mengajak kompromi dalam beragama, satu tahun
beribadah bersama mereka, tahun berikutnya gantian mereka mengikuti ibadah
agama Islam.
Seperti diketahui bahwa sebelum
tawaran tersebut telah mereka gunakan berbagai kekerasan dan intimidasi untuk
mencegah dakwah Islamiyah yang dilakukan Nabi, ternyata hasilnya nihil , maka
cara itu dicoba tawarkan kepada beliau. Ternyata tawaran itu ditolak oleh
Allah dan RasulNya karena beberapa hal sebagai berikut:
1. Mereka tidak menyembah tuhan yang kita sembah, mereka menyembah tuhan yang
membutuhkan pembantu.
2. Sifat-sifat tuhan yang mereka sembah berbeda dengan sifat-sifat tuhan yang
kita sembah
3. Cara beribadahnya pun berbeda jauh dengan cara kita beribadah.
Karenanya Allah mengancam orang-orang kafir dengan firmannya:
Artinya : "Katakanlah: Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang
Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami,
dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati".
(QS Al Baqarah :139).
Begitulah Allah membimbing
Rasullah SAW beserta umatnya agar tidak mencampuradukkan aqidah maupun ibadah
dengan aqidah dan ibadah. Lenih dari itu masing-masing pemeluk agama
dipersilahkan melaksanakan apa yang diyakininya tanpa saling mempengaruhi.
Sebab masalah agama merupakan maslaah yang peka (sensitif/mudah timbul
ketersinggungan), maka tiap umat beragama hendaknya berusaha menjaga
kerukunan dan keutuhan sebagai bangsa yang cinta damai ini.
Satu hal yang juga perlu
mendapatkan perhatian dan kehati-hatian serta kewaspadaan, terutama oleh para
pemuka tiap-tiap pemuka agama, yaitu dalam rangka memperingati hari-hari
besar agama, hendaklah hanya melibatkan pemeluk agama yang bersangkutan saja,
jangan sampai pemeluk agama lain ikut dilibatkan. Hal yang demikian
bertentangan dengan semangat kerukunan umat beragama itu sendiri.
Jadi, misalnya peringatan maulid
nabi Muhammad SAW, natal, waisak, nyepi dan sebagainya. Semua
peringatan-peringatan itu hanya diikuti oleh pemeluk agama yang bersangkutan
saja agar tidak menimbulkan keresahan hidup berdampingan, tidak campur aduk
satu sama lain.dengan demikian, yang harus rukun itu umat beragamanya dalam
rangka hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bukan ajaran agamanya.
Oleh karena itu Pemerintah selaku
pembuat kebijakan berupaya mengakomodir kepentingan setiap penganut agama
dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang kerukunan umat beragama. Ada
empat pokok masalah yang diatur dalam peraturan-peraturan itu:
1. Pendirian rumah ibadah.
2. Penyiaran agama.
3. Bantuan keagamaan dari luar negeri.
4. Tenaga asing di bidang keagamaan.
Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah
Allah berfirman dalam Al Qur`an surat An Nisa`: 59.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(Q.S.
An Nisa` : 59).
Ayat diatas membimbing umat Islam,
apabila mereka bercita-cita agar hidupnya bahagia didunia dan akhirat maka
wajib baginya manaati segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah dan
Rasulnya. Dalam hidup berbangsa dan bernegarajuga diajarkan supaya menaati
ulil amri (penguasa) yang taat kepada Allah dan rasulnya, termasuk segala
peraturan perundang-perundangan yang dibuatnya sepanjang tidak dimaksudkan
untuk menentang kepada ketetapan Allah dan rasulnya.
Berangkat dari situ maka tidak
halangan bagi orang mukmin maupun sesama pemeluk agama untuk tidak mentaati
pemerintah. Negara Kesatuan Republik Indonesia memang bukan negara agama,
artinya negara tidak mendasarkan kehidupan kenegaraannya pada sakah satu agama
atau theokratis. Tetapi, pemerintah berkewajiban melayani dan menyediakan
kemudahan-kemudahan bagi agama-agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu
dan Budha serta memikul tugas kerukunan hidup umat beragama.
Undang Undang Dasar 1945 bab IX
Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat agama dihormati dan
didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap pemeluk
agama bebas menganut agamnya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu.
Bangsa Indonesia sejak dahulu kala
dikenal sebagai bangsa yang religius, atau tepatnya sebagai bangsa yang
beriman kepada tuhan, meski pengamalan syariat agama dalam kehidupan
sehari-hari belum intensif, namun dalam praktek kehidupan sosial dan
kenegaraan sulit dipisahkan dari pengaruh nilai-nilai dan nornma keagamaan.
Bahkan, dalam rangka dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dalam sektor
agama termasuk salah satu modal dasar, yakni modal rohaniah dan mental.
Hal ini dapat dibuktikan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan bangsa
Indonesia yang sangat besar, yaitu sentuhan dan pengaruhnya tampak dirasakan
memberi bekas yang mendalam pada corak kebudayaan Indonesia. Bahkan,
ketahanan nasional juga harus berangkat dengan dukungan umat beragama,
artinya bagaimana agar kaum beragama mempunyai kemampuan dan gairah untuk
tampil dan kreatif membina dan meningkatkan ketahanan nasional khususnya, dan
pembinaan sosial budaya pada umumnya sehingga nilai-nilai agama dan peranan
umat beragama benar-benar dirasakan dan mempengaruhi pertumbuhan masyarakat.
PERANAN PEMERINTAH DALAM MEMBINA
KEHIDUPAN BERAGAMA
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pemerintah pada
tanggal 3 Januari 1946 menetapkan berdirinya Departemen Agama RI dengan tugas
pokok, yaitu menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan
pembangunan dalam bidang agama. Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama
itu,diantara lain berbentuk bimbingan, pemnbinaan dan pelayanan terhadapa
kehidupan beragama, sama sekali tidak mencampuri maslah aqidah dan kehidupan intern
masing-masing agama dan pemeluknya. Namun, pemerintah perlu mengatur
kehidupan ekstern mereka, yaitu dalam hubungan kenegaraan dan kehidupan antar
pemeluk agama yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada buku Pedoman Dasar Kehidupan
Beragama tahun 1985-1986 Bab IV halaman 49 disebutkan hal-hal sebagai
berikut.
1). Kerukunan hidup beragama adalah proses yang dinamis yang berlangsung
sejalan dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri
2). Pembinaan kerukunan hidup beragama adalah upaya yang dilaksanakan secara
sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan
kerukunan hidup beragama dengan:
a). menanamkan pengertian akan
nilai kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung kerukunan hidup beragama.
b). mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan
tingkahlaku yang mengarah kepadakerukunan hidup beragama.
c). menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan
kerukunan hidup beragama.
3). Kondisi umat beragama di
Indonesia. Pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup beragama dimaksudkan agar
umat beragama mampu menjadi subjek pembangunan yang bertanggung jawab,
khususnya pembinaan kerukunan hidup beragama.
Umat beragama Indonesia mempunyai
kondisi yang positif untuk terus dikembangkan, yaitu:
a). ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b). kepercayaan kepada kehidupan di hari kemudian
c). memandang sesuatu selalu melihat dua aspek, yaitu aspek dunia dan akhirat
d). kesediaan untuk hidup sederhana dan berkorban
e). senantiasa memegang teguh pendirian yang berkaitan dengan aqidah agama
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM
MENCIPTAKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
1). Semakin meningkat kecenderungan umat beragama untuk mengejar jumlah
(kuantitas) pemeluk agama dalam menyebarkan agama dari pada mengejar kualitas
umat beragama.
2). Kondisi sosial budaya
masyarakat yang membawa umat mudah melakukan otak-atik terhadap apa yang ia
terima, sehingga kerukunan dapat tercipta tetapi agama itu kehilangan arti,
fungsi maupun maknanya.
3). Keinginan mendirikan rumah
ibadah tanpa memperhatikan jumlah pemeluk agama setempat sehingga menyinggung
perasaan umat beragama yang memang mayoritas di tempat itu.
4). Menggunakan mayoritas sebagai
sarana penyelesaian sehingga akan menimbulkan masalah. Misalnya, pemilikan dana
dan fasilitas pendidikan untuk memaksakan kehendaknya pada murid yang
belajar.
5). Makin bergesarnya pola hidup
berdasarkan kekeluargaan atau gotong royong ke arah kehidupan
individualistis.
Dari berbagai kondisi yang
mendukung kerukunan hidup beragama maupun hambatan-hambatan yang ada, agar
kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka pemeritah dengan
kebijaksanaannya memberikan pembinaan yang in
tinya bahwa masalah kebebasan beragama tidak membenarkan orang yang beragama
dijadikan sasaran dakwah dari agama lain, pendirian rumah ibadah, hubungan
dakwah dengan politik, dakwah dan kuliah subuh, batuan luar negeri kepada
lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia, peringatan hari-hari besar agama,
penggunaan tanah kuburan, pendidikan agama dan perkawinan campuran.
Jika kerukunan intern, antar umat
beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat direalisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara harmonis, niscaya
perhatian dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju masyarakat
adil dan makmur yang diridhai Allah SWT akan segera terwujud, berkat dukunag
umat beragama yang mampu hidup berdampingan dengan serasi. Sekaligus
merupakan contoh kongkret kerukunan hidup beragama bagi masyarakat dunia.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya yang mendorong terjadinya
kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk:
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta
antar umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan
persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat
beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam
menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan
beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan
agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup
intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara
luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural
umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam
melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama
lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
Dari sisi ini maka kita dapat
mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu tidak formal
akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas
warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.
5. Melakukan pendalaman
nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan
kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih
dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga
terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang
manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan
adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya
hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.
LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM
MEMANTAPKAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup
umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:
a. Para pembina formal termasuk
aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat
merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b. Masyarakat umat beragama di
Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman
terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus
ke sikap primordial.
c. Peraturan pelaksanaan yang
mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan
agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian
diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat
maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian
diantara sesama umat beragama.
d. Perlu adanya pemantapan fungsi
terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani
kerukunan antar umat beragama.
STRATEGI PEMBINAAN KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA
Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat
dirumuskan bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional
adalah mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual
kita semua mengetahui bahwa agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat
mengikat dan merekatkan berbagai komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal
suku bangsa, letak geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial.
Hanya saja dalam implementasi,
nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas sosial tersebut sering
mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan yang bersifat
sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain.
Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kerukunan umat
beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan
politik, disamping faktor-faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan
prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu pada
proporsinya.
Dalam kaitan ini strategi yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita
daya gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian
konflik antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan
untuk lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah
(persatuan dan kesatuan) yang hakiki tentang tugas dan fungsi masing-masing
lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat
beragama.
2. Membimbing umat beragama agar
makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama.
3. Melayani dan menyediakan
kemudahan beribadah bagi para penganut agama.
4. Tidak mencampuri urusan
akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.
5. Mendorong peningkatan
pengamalan dan penunaian ajaran agama.
6. Melindungi agama dari penyalah
gunaan dan penodaan.
7. Mendorong dan mengarahkan
seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Pancasila dan
konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan
mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara pimpinan
majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk
membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9. Mengembangkan wawasan multi
kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui jalur pendidikan,
penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan
sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin masyarakat lokal) untuk
ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
11. Fungsionalisasi pranata lokal.
seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang mendukung upaya
kerukunan umat beragama.
12. Mengundang partisipasi semua
kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan potensi yang dimiliki
masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog, musyawarah, tatap muka,
kerja sama sosial dan sebagainya.
13. Bersama-sama para pimpinan
majelis-majelis agama, melakukan kunjungan bersama-sama ke berbagai daerah
dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan pengertian
tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama.
14. Melakukan mediasi bagi
kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam rangka untuk mencari
solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa dihentikan dan
tidak berulang di masa depan.
15. Memberi sumbangan dana (sesuai
dengan kemampuan) kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terpaksa mengungsi
dari daerah asal mereka karena dilanda konflik sosial dan etnis yang
dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
16. Membangun kembali
sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-daerah yang
masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan kembali
rumah-rumah ibadah tersebut.
Beberapa pemecahan masalah untuk
menyikapi pluralisme dengan berbagai pendekatan antara lain :
a. Pendekatan Sosiologis. Artinya pemahaman tingkah laku umat beragama yang
merupakan hasil prestasi riil obyektif komunitas beragama.
b. Pendekatan Kultural. Dalam
banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh pemimpin agama-agama
tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan anggota kelompok umat
beragama yang lain, apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Sikap saling
mencurigai akhirnya muncul dan menumpuk menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu
dapat meledak oleh pemicu yang aksidental.
c. Pendekatan Demografi Kita
memahami realita ada kelompok umat beragama yang mayoritas dan minoritas di
wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga keagamaan yang berat
sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan sehingga membawa pertentangan di
antara kelompok umat beragama.
Keberanian untuk bersikap terbuka
dan jujur dalam antar lembaga keagamaan untuk soal ini menjadi ujian yang
harus dilewati. Sebagai tindak lanjut dari berbagai pendekatan tersebut di
atas, dapat dirumuskan beberapa pemecahan masalah:
1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.
2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.
4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran agama dan
merumuskan landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar
umat beragama.
5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan
formal, informal dan non formal.
7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh
masyarakat) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan umat
pada khususnya.
8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.
Dalam memantapkan kerukunan hidup
antar umat beragama perlu dilakukan suatu upaya upaya sebagaiberikut :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama serta
antar umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya
mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam
bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap
toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang mendukung
pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi
kemanusiaan yang mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial
keagamaan.
5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan
bermasyarakat.
Usaha untuk menanggulangi konflik
yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para tokoh/pemimpin agama dapat
menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan masyarakat yang
dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan dan dialog
aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.
Akhirnya dalam memelihara
kerukunan beragama, setidaknya ada 6 dosa besar yang harus kita hindari (the
six deadly sins in maintaining relegious harmony), yaitu :
1. Jangan berperilaku yang
sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.
2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun berbeda agama
dan keyakinan.
3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama dan keyakinan.
4. Jangan melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
5. Jangan menghasut atau menjadi provokator bagi timbulnya kebencian dan
permusuhan antar umat beragama.
6. Jangan saling curiga tanpa alasan yang benar.
KEBIJAKAN PEMBINAAN UMAT BERAGAMA
1. Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama.
2. Penjelasan atas Penetapan
Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama.
3. Penetapan Presiden RI Nomor 4 Tahun
1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat
Mengganggu Ketertiban Umum.
4. Instruksi Presiden RI Nomor 14
tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.
5. Petunju Presiden sehubungan
dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor M.A/432/1981.
6. Keputusan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/Mdn-Mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas
Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya.
7. Instruksi Menteri Agama RI
Nomor 3 Tahun 1995 tentang Tindak lanjut Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 di Daerah.
8. Keputusan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama.
9. Keputusan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tatacara Pelaksanaan
Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di
Indonesia.
10. Keputusan Menteri Agama Nomor
35 Tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama.
11. Keputusan Pertemuan Lengkap
wadah Musyawarah Antar Umat Beragama tentang Penjelasan Atas Pasal 3, 4 dan 6
serta pembetulan Susunan Penandatanganan Pedoman Dasar Wadah Musyawarah Antar
Umat Beragama.
12. Instruksi Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan
Hidup Umat Beragama di Daerah Sehubungan dengan Telah Terbentuknya Wadah
Musyawarah antar Umat Beragama.
13. Keputusan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : Kep-108/J.A/5/1984 tentang Pembentukan Team Koordinasi
Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat.
14. Surat Kawat Menteri Dalam
Negeri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/75 perihal Penggunaan Rumah Tempat Tinggal
sebagai Gereja.
15. Surat Kawat Menteri Dalam
Negeri Nomor 933/KWT/SOSPOL/DV/XI/75 perihal Penjelasan terhadap Surat Kawat
Menteri dalam Negeri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/75 tanggal 28 Nopember 1975.
16. Instruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 455.2-360 tentang Penataan Klenteng.
17. Instruksi Menteri Agama Nomor
4 Tahun 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-aliran Kepercayaan.
18. Instruksi Menteri Agama Nomor
8 Tahun 1979 tentang Pembinaan, Bimbingan dan Pengawasan terhadap Organisasi
dan Aliran dalam Islam yang Bertentangan dengan Ajaran Islam.
19. Surat Edaran Menteri Agama
Nomor MA/432/1981 tentang Penyelenggaraan Hari-hari Besar Keagamaan.
20. Keputusan Pertemuan Lengkap
Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama tentang Peringatan Hari-hari Besar
Keagamaan.
21. Instruksi Direktur Jenderal
Bimas Islam Nomor Kep/D/101/78 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di
Masjid dan Mushalla.
22. Keputusan Menteri Agama RI
Nomor 84 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerukunan
Hidup Umat Beragama.
23. Keputusan Menteri Agama RI
Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
24. Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat.
|